ILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI
ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusiadari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia.[1] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[2]
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan
adalah produk dari epistemologi.
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan
praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Dalam memasuki Era Industrialisasi,
pencapaiannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi karena teknologi
adalah mesin penggerak pertumbuhan melalui industri.
Sebagian beranggapan teknologi adalah
barang atau sesuatu yang baru. namun, teknologi itu telah berumur sangat
panjang dan merupakan suatu gejala kontemporer. Setiap zaman memiliki
teknologinya sendiri.
Sejarah Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945,
pihak pemerintah dan swasta berupaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang cocok bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Salah satu
indikator kesungguhan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yaitu didirikannya
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian, yang didirikan baik oleh pemerintah
maupun swasta.
Kepedulian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta budaya di Indonesia sudah ada sejak masa kolonial. Lembaga-lembaga iptek
yang didirikan saat itu antara lain Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen (BGKW) dan Lembaga Biologi Molekular Eijkman.
Setelah Indonesia merdeka, lembaga-lembaga itu tetap berlanjut
namun di bawah naungan pemerintah RI. BWKG misalnya, sekarang lebih dikenal
dengan nama Museum Gajah. Selain lembaga-lembaga peninggalan Belanda tersebut
pemerintah RI juga mendirikan lembaga-lembaga penelitian baru sesuai dengan
perkembangan zaman. Lembaga-lembaga penelitian itu antara lain Badan Tenaga
Atom Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN),
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasioanal (Bakosurtanal), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan
Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Selain lembaga-lembaga penelitian, perkembangan teknologi di
Indonesia juga mengalami kemajuan. Dalam bidang komunikasi, pemerintah RI
membeli satelit yang diberi nama Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa
(SKSD Palapa). Lembaga-lembaga siaran radio dan televisi juga mengalami
perkembangan pesat sejak kemerdekaan Indonesia.
KEMISKINAN
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Penyebab Kemiskinan
·
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
·
Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
·
2).
Malas Bekerja
·
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
·
3).
Keterbatasan Sumber Alam
·
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin
karena sumberdaya alamnya miskin.
·
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
·
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
·
5).
Keterbatasan Modal
·
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
·
6).
Beban Keluarga
·
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
Meskipun
diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari
kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita
di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu,
orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal
melewati atas garis kemiskinan.
Kemiskinan Di Indonesia
permasalahan yang
harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah
kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah
dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat
(Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan
jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan
kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada
awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan
pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan
ketidakmerataan antar wilayah.
berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin
Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari
jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan
oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena
infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin.
Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan.
Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya.
Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan.
Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya.
Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
- tahun
1976 sampai 2007.
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2
juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di
perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3
juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di
perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun
1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar
17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau
berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk
miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9
juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan
dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun
2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta
jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi
sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia
disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap
tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
- Tahun
2007–Maret 2008
Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan
Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama
setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami
peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan
pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal
yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat
sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen),
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah
penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah
perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah
perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79
juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan
tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen)
penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008
persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen.(Badan Pusat Statistik).
Contoh
Kasus Kemiskinan di Indonesia
TEMPO.CO , Jakarta: Purwokerto - Kejadian yang
dialami oleh Tasripin dinilai hanya merupakan puncak gunung es kemiskinan yang
ada di Banyumas. Tasripin merupakan korban kemiskinan struktural. "Masih
banyak Tasripin lain di Banyumas," kata Sosiolog Unsoed, Sulyana Dadan,
Kamis (18/4).
Ia mengatakan, fenomena Tasripin berhasil diangkat oleh media massa sehingga
menjadi perhatian publik. Tak kurang Presiden SBY ikut memantau kasus ini melalui jejaring sosial
Twitter. Tasripin, 12 tahun, dari Desa Gunung Lurah, Kecamatan
Cilongok, Banyumas, harus menghidupi ketiga adiknya. Ibunya sudah meninggal dan
ayahnya bekerja di Kalimantan.
Dadan menambahkan, munculnya fenomena Tasripin merupakan bentuk
keterlambatan Pemerintah Banyumas dalam menangangi masalah ini. "Logika
menunggu laporan dari bawah ini sangat Orde Baru sekali, harusnya pemerintah
cepat tanggap untuk segera turun ke bawah," katanya.
Masih menurut Dadan, semangat solidaritas masyarakat masih tinggi dengan banyaknya bantuan
yang datang untuk Tasripin. "Dalam sudut pandang sosiologis,
ada dua macam solidaritas yang muncul, yakni solidaritas organik dan
solidaritas mekanik," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam kajian sosiologis, solidaritas mekanik
mengacu pada masyarakat desa yang sebenarnya memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap sesama. Dengan solidaritas itu, kata dia, Tasripin dan ketiga adiknya
akan tetap bisa hidup karena kesadaran kolektif masyarakat desa yang tinggi.
Sementara solidaritas organik, kata dia, muncul dalam masyarakat
perkotaan. "Jika Tasripin tinggal di kota, maka ia akan menjadi
gelandangan," kata dia menambahkan.
Saat ini Tasripin dan ketiga adiknya menginap di hotel di Purwokerto.
Mereka menginap di hotel karena rumah mereka sedang direnovasi oleh tentara. "Kuswito
(Ayah Tasripin) baru sampai di Surabaya pada pukul 01.00 dini hari, kemungkinan
besok akan sampai di Purwokerto," kata Nasihati, 43 tahun, keluarga dekat
Tasripin
Tasripin bersama adiknya mengaku betah senang tinggal di hotel
karena kasurnya empuk. "Tapi sudah pengin pulang ke rumah," kata
Tasripin.
Sumber:
ü http://www.tempo.co/read/news/2013/04/19/058474403/Kasus-Tasripin-Contoh-Nyata-Kemiskinan-Struktural
ü http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
(Rian Oscar Jonathan - 57413565
- 1IA16 -
TI'13-UNIVERSITAS GUNADARMA)